Selasa, 01 September 2020

Bersua Akrab Tanpa Janjian

 

Beberapa saat setelah menunaikan shalat subuh, saya berniat untuk kembali menghadap laptop. Karena ada beberapa deadline yang perlu disegerakan, kendati mata sudah menuntut untuk istirahat.

Namun baru saja laptop saya nyalakan, ada orang bertamu. Dari luar terdengar uluk salam. Ia pun saya persilahkan masuk dan duduk. Ketika saya tanya, ada yang bisa saya bantu? Ia menjawab ingin membeli buku al-Futuhat al-Makiyah.

Sekilas tentang buku ini. Al-Futuhat al-Makiyah sendiri merupakan karya masterpiece-nya Syaikh al-Akbar Ibn Arabi. Konon ada cerita bahwa buku ini ditulis karena Ibn Arabi dalam mimpinya bertemu dan didekte langsung oleh Nabi Muhammad. Ada juga yang mengatakan muatan di dalam buku ini tidak sembarang orang bisa dong isinya, kebanyakan mungkin malah los dolll. Kalau membaca khatam banyak, tapi paham belum tentu.

Nah, buku sebanyak 13 jilid dalam versi arab ini akan diterjemahkan oleh mas Harun Nur Rosyid. Beberapa kali saya bersua dan ngobrol panjang lebar dengannya. Suatu ketika saya pernah tanya berapa jumlah terjemahan Bahasa Indonesianya nanti dari 13 jilid versi Arab itu? Jawabnya, “Mungkin sekitar 37 kalau tidak 38 jilid.”

Saya sendiri agak sulit membayangkan kerajinannya menerjemah karya itu. Selain banyak diksi yang tidak mudah untuk dialihbahasakan, durasi yang diperlukan untuk menelorkan satu jilid versi Bahasa Indonesia memakan waktu setahun. Dan sekarang baru lima jilid, dengan tiap jilid sekitar 350-an halaman. Jujur saja, saya membaca jilid satu masih dapat dua per tiganya selama dua tahun. Itu pun saya harus makan yang kenyang, perlu kopi yang kental, dan dukungan suasana yang nyaman. Huffttt.

Kembali ke tamu di atas. Namanya Pak Agus. Ia berasal dari Malang. Tepatnya dimana, saya luput tidak menanyakan. Ia mengaku bahwa sekitar dua tahun yang lalu pernah berkunjung ke asrama saya dan pulang memborong tujuh buah buku.

“Saya di rumah ada tiga jilid mas. Belum tak baca (khatam) semua sih. Kalau hari ini kepingin baca jilid satu, ya tak baca jilid satu. Besoknya pingin jilid tiga, ya tak baca jilid tiga. Pokok tergantung mood-nya mas”, terangnya.

Ia juga banyak mengoleksi kitab-kitab yang mendedah soal makrifat. Meskipun di satu sisi, ia sendiri mengaku belum sepenuhnya paham Bahasa Arab. Tapi dengan kondisi seperti itu, niatnya untuk mengoleksi dan rasa ingin tahu isinya malah membuncah. Katanya, “Lha sekarang kan ada yang versi terjemahnya mas. Ya baca itu saja.”

Sekian kitab yang levelnya menurut saya agak membuat kepala pening disebut olehnya, selain al-Futuhat al-Makiyah karya Ibn Arabi. Mulai dari Al-Hikam karya Ibn Athaillah, Ihya Ulum al-din karya Imam Al Ghazali, Matsnawi-nya Maulana Jalaluddin Rumi, dan satu lagi yang saya lupa mengingat namanya.

Di tengah asyik mengobrol, lamat-lamat dari audio laptop saya terdengar lagu Syiir Tanpo Waton. Ia pun langsung mengatakan bahwa dulu, kyainya di pondok pesantren juga membuat lagu-lagu seperti itu. Ada sekitar seratus lagu lebih yang diciptakan kyainya dengan lirik Bahasa Jawa. Tapi sudah ada dua puluh judul yang telah diubah ke Bahasa Indonesia. Katanya, “Dulu Romo Kyai saya pernah ditemui Slank.”

Saya pun disodori gawainya untuk memilih satu diantara lima lagu yang diciptakan kyainya. Saya memilih asal dengan mencet yang judulnya Ojo Nulayani Janji. Lagu itu memang enak didengar, dan liriknya cenderung tasawuf. Mengingatkan manusia yang tidak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa tanpa bantuan-Nya.

Sekitar satu jam berlalu. Ia pun pamit undur diri kembali ke hotel tempatnya menginap dengan memesan grab.

Melihat kepulangannya, saya teringat quots teman kampus saya yang hari ini sedang berjuang menyelesaikan tugas akhir sembari mengasuh buah hatinya. Katanya waktu itu, “Ya kadangkala manusia bisa akrab dengan cepat, meski hanya sekali bersua. Tapi manusia sendiri juga bisa benci setengah mati meski sudah bertahun-tahun menghabiskan waktu bersama.” Dan bisa jadi, persuaan saya dengan Pak Agus pagi ini bisa ditempatkan di poin yang pertama.

4 komentar:

prianto mengatakan...

Sae pak. Menginspirasi

Ahmad Sugeng Riady mengatakan...

maturnuwun pak ...

Kang Ansorie mengatakan...

Like dan dislike secukupnya saja...

Ahmad Sugeng Riady mengatakan...

😁😁😁👍