Rabu, 09 September 2020

Mendaras Al-Qur'an

Mendaras Al-Qur’an menjadi aktivitas yang hampir ditunaikan oleh tiap muslim. Beberapa ada yang menyempatkan mendaras Al-Qur’an sekali dalam sehari atau sepekan, atau malah ada juga yang tiap rampung shalat fardhu Al-Qur’an dibuka dan didaras. Bagi awam, mengalokasikan waktu untuk mendaras Al-Qur’an dinilai sebagai bagian dari ikhtiar agar ragam hajat bisa segera dikabulkan.

Bagi anak-anak, mendaras Al-Qur’an malah memuat unsur riang dan ceria. Sebab anak-anak tidak berurusan dengan apa artinya Al-Baqarah ayat 84? Untuk apa kegunaan surah An-Nisa ayat 14  dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana turunnya surah At-Taubah ayat 4? Dan seabrek pertanyaan lain yang membuat kepala pening. Anak-anak cukup mendaras dengan guru ngajinya di langgar, masjid, atau musholla dengan sedikit pembenaran cara bacanya, lantas bermain. Malah jika dihitung-hitung, durasi mendaras Al-Qur’anya cenderung lebih sedikit dibanding bermain.

Lha tapi bagaimana dengan anak-anak penghafal Al-Qur’an? Ini bisa saya sebut sebagai pengecualian. Karena tidak semua anak memiliki bakat dan minat hafalan, dan tidak semua orang tua sepakat anaknya kehilangan masa bermain, masa di mana anak-anak belajar bersosialisasi dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar.

Teman saya pernah meriset soal anak-anak penghafal Al-Qur’an ini pada salah satu mata kuliah di kelas. Ia menemukan bahwa 70% anak-anak penghafal Al-Qur’an yang rentang usianya antara 5-10 tahun dilakukan atas kehendak orang tua, bukan kemauan si anak sendiri. Dan 53%-nya, anak-anak itu merasa tertekan dan semacam ada rasa depresi. Ya tapi saya rasa itu kembali pada kesepakatan keluarga, bahwa tiap orang tua mesti memiliki harapan yang baik kepada anaknya kelak di kemudian hari.

Kembali lagi soal mendaras Al-Qur’an. Ada juga orang yang tekun menggeluti dan menguliti Al-Qur’an sampai ke bagian terdalamnya. Orang-orang yang masuk klasifikasi ini ialah mereka para mufasir dan penceramah. Keduanya sama-sama mengetahui arti, makna, tafsir, dan seperti apa konteks turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Bedanya, kalau mufasir bisa diundang menjadi penceramah, lebih-lebih sebagai pengajar yang berkompeten. Sedangkan penceramah belum tentu mufasir. Penceramah hanya menguasai satu dua ayat, atau surat tertentu sebagai materi ceramah.

Lebih tinggi lagi levelnya ialah para sufi. Mendaras Al-Qur’an bagi sufi bukan hanya sekadar ibadah yang bernilai pahala atau ikhtiar agar hajatnya disegera nyatakan. Melainkan semata-mata kecintaannya pada Yang Maha Kuasa. Kenapa? Dari berbagai referensi yang telah saya baca, persepsi seperti itu muncul karena para sufi emoh saat relasi suci dengan-Nya dinodai oleh percikan-percikan kalkulasi untung rugi.

Kasus ini mirip seperti penafsiran di salah satu maqolah dalam Kitab Al-Hikam, saya lupa yang ke berapa tapi masih di bagian awal. “Jane Gustine ki manungso apa Allah? Lha njuk nk menungso uwis ngibadah terus ngeroso berhak dongane dikabulne? Lha kok malah menungsone seng ngatur-ngatur Gustine?”, kira-kira begitu.

Dan terakhir adalah mereka yang mendaras Al-Qur’an dengan jalur seni. Yaser Arafat, pembaca Al-Qur’an dengan langgam Jawa di Istana Negara, Jakarta yang dulu sempat membuat gempar dan heboh banyak orang (rekaman bisa dilihat di youtube) pernah mengatakan bahwa, ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya sebatas itu saja bentuk aplikasinya. Bisa jadi mereka para penari, mendaras Al-Qur’an melalui tariannya. Pun begitu mereka yang menjadi dalang atau pemain gamelan Jawa, cara mendarasnya ya versi mereka sendiri. Dan saya rasa ini menarik jika ditelusuri lebih dalam. Bahkan sejauh bacaan buku saya tentang Al-Qur’an belum ada yang mengkaji secara tekun tentang cara mendaras Al-Qur’an dalam permainan wayang dalang, atau penari dalam tiap gerak tubuhnya.

Begitu, ternyata mendaras Al-Qur’an tidak hanya sekadar membaca, namun melibatkan banyak variabel yang bisa membuat kita semua bertanya-tanya, atau mengangguk sembari mengucap “oh begitu tha?”. Ya apapun itu, apalagi Al-Qur’an mesti kita yakini sebagai sumber keilmuan yang tidak bakal bertemu kata sudah meski telah banyak yang mendedah.

2 komentar:

prianto mengatakan...

Sangat lengkap pak. Bagus

Ahmad Sugeng Riady mengatakan...

maturnuwun pak...