Minggu, 12 Desember 2021

Kembali Mengingat

Kemarin malam usai melepas penat setelah perjalanan jauh dari Yogyakarta dan merampungkan tradisi ngopi, saya berkunjung ke sekretariatan IPNU IPPNU Ranting Kromasan. Organisasi pertama yang pernah saya masuki dengan alasan remeh: karena setiap acara ada makan-makan. Dan saya tertarik mengikutinya.

Saya seperti terlempar ke beberapa tahun lalu, saat saya masih polos dan lugu. Saya diajak untuk ikut masa kesetiaan anggota (MAKESTA). Tanpa pikir panjang nanti akan ada apa, saya hanya terhasut pada konstruk berpikir: pasti nanti ada makan-makan lagi.

Tapi berangkat dari hal yang mungkin dianggap remeh-temeh tersebut, saya akhirnya cukup mampu bertahan lama dalam organisasi IPNU IPPNU ini. Saya banyak terlibat pada sekian program kerja: anggota yang wira-wiri, angkat sound system, menata ruang untuk lomba, mempersiapkan pasukan lomba, mengkonsep ide untuk program kerja, dimarahi, dibentak senior, ngopi bersama, musyawarah sampai pagi menjelang, dan disukai (mungkin).

Dan malam kemarin saya melihat sekian tunas-tunas muda. Tunas yang diharapkan bisa tumbuh menguatkan akar tradisi nahdliyin dan tumbuh meninggikan IPNU IPPNU, minimal di wilayah regional desa dan kecamatan. Sekaligus juga tunas yang diharapkan bisa berkembang: ke dalam untuk memperbaiki kualitas diri menjadi pribadi baik dan memberi dampak keluar yang dalam dunia kampus disebut sebagai agen of change.

Tunas-tunas itu kemarin peroleh tujuh materi. Dua materi adalah tambahan, tapi wajib. Saya tidak tahu, wajibnya ini hanya untuk kader di Tulungagung atau se-nasional. Tapi lepas dari hal itu, dua materi tambahan ini saya rasa memang perlu untuk diadakan.

Satu materi tambahan untuk kebangsaan. Materi ini mungkin berangkat dari problem paham fundamentalisme dan ekstremisme yang semakin menguat dalam satu dekade terakhir. Kendati paham itu bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah, namun interpretasi dan ejawantahnya justru banyak merugikan pihak liyan. Buktinya? Bisa dicek di banyak media, berita, literatur, dan hasil penelitian yang terbukukan.

Satu materi tambahan lagi adalah gender. Pengetahuan ini penting karena, ada sekian kasus yang sebenarnya berbahaya tapi dianggap lumrah dan wajar saja. Di samping pengetahuan ini juga menjadi modal dan bekal bagi tunas-tunas yang masih muda ini untuk memilah mana tindakan yang manusiawi dan mana tindakan yang berlandas pada nafsu semata.

Dan catatan ini mungkin sebagai pengingat juga bagi saya kepada beberapa kolega: Agung, Zami, Zaka yang dulu sempat akrab dan memancang asa tinggi di organisasi ini. Kami berempat sempat bersama di mana-mana, tapi juga kerap saling silang pendapat. Hanya saja saat saya memutuskan untuk mengail ilmu ke Yogyakarta, lamat-lamat saya tidak banyak lagi bersapa, berguarau, apalagi berdiskusi.

Dan mungkin kepada senior: Pak Lukman, Pak Syem, Bu In, dan seabrek nama-nama lain yang usianya lebih tua juga turut menyumbang, baik banyak atau sedikit nalar berpikir saya kala itu. Meskipun saya meyakini nalar itu banyak saya kritik dan afirmasi sendiri setelah bersua banyak orang dan membaca literatur.

Ya, mungkin tanpa ada alasan 'karena ada makan-makan' lantas terlibat di IPNU IPPNU, tidak akan ada saya yang sekarang. Saya yang masih tetap 'biasa saja' dan tidak bisa apa-apa. Begitu.

Tidak ada komentar: