Minggu, 06 Agustus 2023

Resensi Buku: Kucing dan Burung Camar

"Susah ya jadi manusia...", demikian Kengah pernah berkomentar kepada kawan sepenerbangannya (hlm. 4).

Komentar tersebut pada dasarnya disampaikan seekor burung camar kepada manusia ketika, para manusia mencipta nama dalam banyak bahasa untuk menandai sesuatu. Berbeda dengan burung camar yang memiliki bahasa sama meski beda daerah tinggal.

Pada novel setebal 90-an halaman ini, kita disuguhi cerita reflektif yang terjadi antara kucing, burung camar, tikus (pemeran tambahan), dan manusia yang gandrung syair (di akhir cerita). Meski terbilang tipis, novel ini juga berjejal sekian nasehat-sindiran pada manusia modern yang gemar membuat kerusakan di bumi; mencemari lingkungan dan emoh memahami perbedaan dengan liyan.

Misalnya saja, "Kadang aku berpikir apa manusia memang benar-benar sudah gila, sebab mereka seperti ingin mengubah lautan menjadi tempat pembuangan sampah raksasa..." (hlm. 62). Ya, sampai hari ini sampah ditemukan menumpuk, bahkan sampai ke perut ikan di lautan.

Luis Sepulveda, novelis Cile yang wafat karena Covid-19 kemarin, melalui novelnya Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarimya Terbang (2020), mengajak pembacanya untuk sadar. Bahwa menjadi makhluk hidup tidak hanya untuk keuntung-pentingan diri sendiri. Tetapi menjadi makhluk hidup, apa pun bentuk dan di mana pun tempatnya, mestinya juga turut mendarmakan hidupnya untuk sesama dan semesta. Begitu.

Tidak ada komentar: