Dunia yang menjadi tempat tinggal manusia menyimpan sejuta misteri.
Mulai dari terbentuknya sampai dengan sekarang, dunia mengalami berbagai
perubahan. Perubahan ini, selain dipengaruhi oleh alam,
dipengaruhi juga oleh manusia-manusia yang hidup pada masa itu. Berbagai
macam peradaban yang berkembang pada masa itu juga memiliki andil dalam
mencatat kejadian yang terjadi pada masa itu. Sehingga hasil
catatan-catatan tersebut bisa dipelajari dan dikaji, baik sebagai
sejarah maupun sebagai ilmu pengetahuan dalam bidang tertentu.
Heredotus,
misalnya, mendokumentasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lalu dengan latar belakang bangsa Yunani. Catatan ini dilakukan sekitar
2500 tahun yang lalu. Adapun yang dicatat berupa peperangan,
penyerangan, pertahanan, dan tindakan-tindakan kepahlawanan lainnya,
terutama cerita tentang musuh bebuyutannya, seperti Xerxes, Cyrus, dan
Darius dari Persia.
Di Jawa juga demikian. Sekitar 2000 tahun
setelah catatan Herdeotus, orang-orang Jawa mendokumentasikan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam bentuk catatan. Akan tetapi,
secara kualitas konten, catatan Heredotus lebih baik ketimbang catatan
Babad Jawa. Sebab dalam Babad Jawa hanya memberitakan person-person yang
harus dimuliakan dan dijunjung tinggi.
Namun, yang perlu diingat
dari catatan-catatan lama ini adalah jangkauannya bukan mempersepsikan
dunia seperti hari ini. Dunia yang dimaksud Heredotus adalah Yunani, dan
dunia yang tertera dalam Babad Jawa adalah Pulau Jawa itu sendiri dan
wilayah-wilayah sekitar yang pernah ditaklukkan melalui peperangan.
Karena mobilitas dan pengetahuan pada masa itu tidak secanggih dan
semudah di zaman sekarang.
Catatan-catatan yang ditemukan menggunakan bahasa yang
digunakan pada masa itu. Bahasa menjadi pengantar komunikasi, ekspresi,
dan mengungkapkan pikiran manusia ke dalam tulisan-tulisan. Orang Mesir
mengenal sistem aksaranya dengan nama Hieorglyph. Hieros berarti suci, sakral, dan tinggi; sedangkan glyph berarti tulisan. Jadi hieorglyph merupakan tulisan suci yang mengandung unsur transendental atau ketuhanan.
Bangsa
Israel juga memiliki catatan-catatan semacam ini yang dikenal dengan
nama Kitab Perjanjian Lama. Kemudian umat Kristiani juga memiliki
catatan ketuhanan yang tertuang dalam Kitab Perjanjian Baru. Veda yang
hampir seusia dengan Kitab Perjanjian Lama, juga berisi tentang catatan
ketuhanan dimiliki bangsa India. Kemudian yang terakhir Alquran yang
dianut oleh seluruh umat Islam.
Kitab-kitab yang berisi ketuhanan
ini masih eksis sampai hari ini. Mungkin karena dianut, dikaji, dan
disakralkan oleh masyarakat yang menganutnya.
Di luar catatan
tentang ketuhanan, sebenarnya masih ada catatan lain dan jumlahnya cukup
banyak. Seperti misalnya syair-syair Umayyah bin Abi Salt yang
bercerita tentang moral, etika, dan ritual. Catatan ini tidak lagi eksis
seperti catatan-catatan yang memuat term-term ketuhanan seperti disebut
di atas.
Orang-orang dahulu juga memiliki peradaban seperti
halnya masyarakat hari ini. Selain catatan dengan muatan ketuhanan,
berbagai macam pertanyaan yang hari ini muncul, dahulu juga sudah pernah
ditanyakan.
Bahkan orang-orang dahulu menggunakan pengamatan dan
segala instrumen pendukung sebagai upaya untuk menjawab segala
pertanyaan tersebut. Misalnya seperti pertanyaan tentang penciptaan
dunia. Orang-orang dahulu memiliki jawaban atas pertanyaan ini. Dan jika
diamati, jawaban antara orang dahulu dengan orang-orang sekarang,
secara tidak langsung, bisa diurai dan ditemukan benang merahnya.
Teks
Sanchoniatho yang berbahasa Phoenicia (bahasa kuno yang mungkin
berhubungan dengan tradisi semitik) dari Yunani yang ditransmisikan oleh
Philo dan Byblios (64-141 M). Teks tersebut memuat tentang penciptaan
awal dunia ini.
Kemudian teks yang lebih kuno lagi, yakni teks
dari Babilonia Kuno bernama Enuma Elis, juga menceritakan hal yang sama.
Peradaban Mesir Kuno juga bicara tentang penciptaan awal dunia yang
bisa ditemui di beberapa tablet, yaitu teks piramida dari kerajaan tua
(2613-2345 SM), teks mayat dari kerajaan tengah (1991-1786 SM), teks
kematian dari kerajaan muda (1570-1220 SM), dan batu Sabakha (716-720
SM).
Teks-teks kuno tersebut secara garis besar mengatakan bahwa
penciptaan dunia berasal dari kehendak Tuhan dan adanya air. Bedanya
hanya, Tuhan dalam teks kuno tersebut diterjemahkan dengan versi
politeisme, sedangkan versi Biblikal dan Quran versi tuhannya adalah
monoteisme. Tapi yang pasti, ada kehendak Tuhan yang bermain untuk
menciptakan dunia. Melalui unsur air, semuanya dihidupkan oleh Tuhan.
Selain
itu, siapa yang menjadi manusia pertama di bumi ini juga telah dibahas
oleh teks yang lebih tua dari kitab suci yang bertradisi semitik.
Sebelum Adam dan Hawa yang populer di kitab tradisi semitik, banyak
cerita dari peradaban lama yang membicarakan perihal siapa manusia
pertama yang ada di dunia ini. Akan tetapi, sebagian cerita ini sekarang
‘hanya’ diyakini sebagai mitos, bukan dihargai sebagai hasil pemikiran
dari orang-orang terdahulu.
Misalnya seperti tradisi Yunani,
mitologi tentang Zeus yang berhasil mengalahkan keburukan hingga
akhirnya bertahta di bukit Olimpus. Di Jepang, mempercayai Dewa Izanagi
dan Dewi Izanami sebagai pencipta dunia ini. Kemudian Dewa Matahari
mengirim cucunya Ninigi yang menjadi awal mula kehidupan di dunia
melalui dataran Jepang hingga melahirkan kaisar pertama di Jepang
bernama Jimmu-Tenno.
Di Afrika, manusia pertama dikenal dengan nama Yoruba yang
merupakan anak dari sang Pencipta, Odudawa. Masih dari daratan Afrika,
tepatnya dari cerita Boshongo. Manusia pertama dikenal dengan nama Yoko
yang muncul dari muntahan Tuhan Bumba karena sakit perut.
Dari
Zimbabwe, Tuhan dikenal dengan nama Madimo yang menciptakan sekaligus
menghancurkan segala yang ada di dunia ini. Kemudian mitologi Zulu,
mengungkapkan bahwa yang paling tua di alam raya ini adalah Unkulukulu.
Unkulunkulu ini yang menciptakan manusia pertama.
Di dalam teks
yang lebih kuno lagi, Enuma Elis dari Babilonia Kuno menceritakan bahwa
Tuhan Marduk yang menciptakan kehidupan di dunia ini melalui musyawarah
para Tuhan, dengan cara mengalahkan Tuhan Tiamat. Di balik pembunuhan
tersebut, kehidupan kemudian diciptakan.
Masih dari daratan
Mesopotamia Kuno, sekitar 3000 tahun SM, penguasa daerah Shuruppak yang
bernama Ziusudra atau Atrahasis mengungkapkan bahwa penciptaan manusia
berasal dari tanah liat yang dicampur dengan darah Tuhan Ilawela. Selain
itu, ada juga cerita tentang manusia yang bernama Adaba dari tradisi
kuno Mesopotamia. Adaba ini disinyalir dan dikritisi karena memiliki
kisah yang sama dengan kisah Adam versi Biblikal.
Demikian,
tulisan ini hanya sebatas sejarah penciptaan dunia dan siapa manusia
pertama menurut beberapa versi agama dan budaya. Namun banyak sekali
yang ‘mungkin’ baru mendengar kisah-kisah seperti di atas. Oleh karena
itu, perbedaan yang ada di dunia ini bukan untuk diseragamkan.
Peradaban
yang datang kemudian bukan untuk menghakimi peradaban yang datang
sebelumnya. Namun peradaban yang hari ini sedang kita jalani, merupakan
kelanjutan peradaban dari peradaban masa lalu, atau mungkin malah
perputaran ulang peradaban yang dulu pernah ada di muka bumi ini.
Demikian.
Dipublikasikan di qureta.com
pada 08 Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar