Sabtu, 03 Oktober 2020

Ibu Penjaga Playstation

Dulu semasa duduk di bangku sekolah dasar, saya kerap mencuri waktu untuk bermain playstation. Tidak jarang saya dimarahi emak karena waktunya tidur siang malah menyelinap keluar rumah usai pulang sekolah. Atau ketahuan sudah duduk sambil teriak-teriak di rental playstation, padahal mulanya saya izin bermain di rumah seorang teman.

Nah, kegemaran bermain playstation ini masih saya lestarikan sampai saat ini. Meskipun durasi jam bermainnya berkurang drastis. Rekor terlama saya bermain playstation ialah satu hari dua malam tanpa pulang ke rumah, berhenti hanya untuk jeda makan dan shalat. Sampai-sampai pemilik rental menganggap saya sebagai bagian dari keluarganya. Dulu masih playstation 2.

Kemarin malam saya bersama Mas Uud, teman jualan buku dan pendukung Roma mengajak bermain playstation di selatan kampus UPN Yogyakarta. Manusia memang misteri seperti itu. Sedekat apapun, bahkan manusia itu adalah istri, anak, atau kerabat kita mesti memiliki misteri yang belum terkuak. Ya bolehlah misteri disebut dengan rahasia, meski konteksnya berbeda. Termasuk Mas Uud yang selama kenal empat tahun, baru belakangan ini saya tahu bahwa ia juga suka bermain playstation.

Memang di sepanjang jalan itu, di dalam deretan ruko banyak didapati tempat rental playstation 3 dan 4. Beberapa ruko ada yang berjualan makanan dan menyediakan jasa laundry. Beberapanya lagi terlihat kosong dan tidak berpenghuni.

Setelah melakukan pemantauan sederhana, kami berdua menentukan lokasi bermain playstation 3 di ruko yang dijaga oleh ibu-ibu yang berusia setengah abad. Ruko itu dari depan terlihat terang dan bersih. Tempat duduknya lesehan. Bagi saya tempat duduk seperti ini memang lebih nyaman, karena bisa selonjoran atau menggeprak lantai ketika serangan kilat tidak jadi goal.

Ditilik dari cara tuturnya, ia merupakan perantau dari Medan. “Kalau sudah di situ, jangan kau pindah lagi. Kalau di situ ya di situ. Kalau pindah-pindah tidak boleh”, katanya saat kami memilih televisi dan tempat duduk di tengah, di bawah kipas angin.

Saya pun mengangguk dan bertanya tutupnya playstation jam berapa. Apakah jam 11 malam seperti himbauan dari pemerintah daerah Sleman? Ia pun menjawab iya, namun ada tapinya. “Tapi kalau mau main masih boleh. Nanti kalau jam 11 malam lampu di depan tak matikan, terus volumenya dikecilin, juga kau jangan teriak”, ingatnya pada kami.

Meski telah sepuluh hari sejak edaran itu diterbitkan, sampai hari ini lokasi ruko-ruko playstation itu belum pernah sekalipun di datangi petugas satpol pp. Padahal jika anda lihat di google map misalnya, jalan yang melalui ruko-ruko itu adalah jalan ramai. Banyak kendaraan berlalu lalang. Lebih-lebih jika malam Minggu, hampir bisa dipastikan akan agak macet.

“Lha gimana coba, tiap bulan sejak pandemi ini kami terus tombok untuk bayar ruko dan wifi. Bulan ini tombok 100 ribu, bulan kemarin 200 ribu. Belum sewa ruko per bulannya 500 ribu. Pusing saya. Kalau sampai jam sebelas doang, kita ya egak bisa makan. Lha wong siang hari sepi. Ada yang main paling cuma satu dua orang. Tapi kalau malam hari kan bisa ramai, ada yang pesan minum atau makan. Kan lumayan dapatnya”, keluhnya menyoal ketahanan ekonominya yang kian memburuk di masa pandemi, ditambah lagi dengan regulasi yang menurut ibu-ibu itu berat untuk ditunaikan.

Mendengar itu, kami berdua pun hanya bisa melongo. Awalnya niat kami bermain playstation ingin mencari hiburan, eh sampai di lokasi malah diberi realitas yang dihadapai oleh masyarakat kebanyakan. Ya akhirnya niat itu terpaksa saya geser menjadi memberi rezeki pada mereka yang membutuhkan.

Saya teringat pada ucapan Gus Baha beberapa bulan lalu di youtube.  Katanya, “Sedekah yang baik itu adalah dengan cara membeli dagangannya. Kenapa? Karena orang yang kamu beli dagangannya, meski ungtungnya hanya lima ratus rupiah,  ia pasti lebih senang. Harga dirinya tidak merasa direndahkan. Kamu sendiri pun juga senang. Memberi sedekah langsung mendapat balasannya.” Dan saya kemarin malam sedang mempraktekkan wejangan Gus Baha. Kok bisa? Anggap aja begitu, hehehe.

Tidak ada komentar: