Kamis, 01 April 2021

Modal Awal, Latihan, dan Tulisan

Dua hari yang lalu teman saya gusar. Ia dengan terang-terangan mengaku sulit mencerna isi dari sebuah paper di jurnal tertentu. Padahal tajuk di paper itu cukup membantu jika isinya bagus, berbobot, dan tentu saja enak untuk dibaca. Tapi sayang, kemasan isinya justru membuatnya kerepotan untuk memahami, lebih-lebih diambil sebagai bahan rujukan.

Memang harus saya akui, banyak judul tulisan –tidak hanya paper di jurnal- yang dibaca sekilas terlihat bagus, unik, dan memicu keingintahuan si pembaca. Akan tetapi, juga tidak sedikit muatan di balik judul tulisan itu yang amburadul tidak karuan.

Nah salah satu faktor pemicunya adalah kekurangcakapan si penulis terhadap penggunaan dan penataan bahasa. Memang ini terkesan sederhana, tapi penting untuk dilatih. Kenapa? Karena ide yang baik dan berbobot akan jadi remeh dan diemohi pembaca jika penyampaiannya tidak menarik.

Pertama-tama penulis perlu mengakrabkan diri dengan banyak buku bacaan. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin memicu munculnya ide dan sudut pandang baru, sekaligus juga mengasah keterampilan berbahasa.

Permisalan sederhana dari banyak membaca ini bisa mengidentifikasi struktur dasar dari sebuah kalimat. Mana subjek, predikat, dan objeknya. Dari situ penulis akan terbiasa dengan kalimat yang benar dan enak dibaca. Maka ketika ia menulis, tapi kok agak janggal saat dibaca, bisa jadi struktur dasarnya tidak terpenuhi.

Kedua, pahami juga bahwa satu paragraf mengandung satu ide pokok. Saya rasa di sekolah dasar sudah banyak diajari bagaimana mencari, menemukan, dan mengembangkan sebuah ide pokok. Ini bukan hal baru. Tapi lebih tepatnya, hal lama yang lamat-lamat dilupakan atau malah diremehkan ketika menulis ditunaikan.

Kadang saya menemukan dalam satu paragraf memuat tiga ide pokok sekaligus. Ini membuat pembaca kesulitan dan tentu saja mengalami kebingungan yang akut. Terkadang malah ada tiga paragraf yang berurutan tapi tidak ada ide pokoknya sama sekali. Ini malah membuat pembaca membuang-buang waktu, karena membaca hal yang tidak perlu.

Ketiga, coba diingat-ingat di awal menulis menggunakan kata apa. Nah, ini yang seringkali luput untuk disadari. Di awal menggunakan kata ‘aku’, tapi di bawah ganti ‘saya’, kemudian balik lagi menggunakan kata ‘aku’. Atau kadang di awal menulis handphone dengan miring, kemudian tegak, terus miring lagi.

Bagian ketiga ini bukan lagi perkara bagaimana satu kalimat atau paragraf agar enak dibaca, melainkan berkaitan dengan estetika menulis. Coba bayangkan jika ada tulisan yang miring tegak tidak karu-karuan, apakah bisa terlihat indah dipandang mata? Tentu jawaban saya dengan tegas mengatakan, “Tidak sama sekali”. Maka konsistensi menggunakan kata dan tanda juga penting dalam hal tulis-menulis.

Keempat, sadari juga bahwa pembaca tulisan anda itu masih hidup dan bernafas dengan lancar. Sebab banyak sekali penulis yang tega menguji adrenalin pembaca dengan membuat satu kalimat panjang dalam satu paragraf. Padahal kalimat panjang itu, bisa dibagi lagi ke dalam beberapa kalimat.

Oh iya, pengecualian untuk novel, cerpen, atau puisi yang terkadang memang mengharuskan hanya satu kalimat pendek dalam satu paragraf. Tapi untuk tulisan esai, opini, paper di jurnal, tugas akhir, curhat di blog pribadi, atau makalah, saya rasa penting untuk mengingat lagi pelajaran di sekolah dasar. Bahwa satu paragraf minimal terdiri dari beberapa kalimat, bukan satu kalimat.

Atau kalau kok terpaksa menulis satu paragraf dengan satu kalimat, mbok ya dikasih jeda dengan tanda koma. Selain enak dibaca, struktur kalimat yang bertingkat itu bisa dipahami maknanya dengan mudah. Hanya saja siasat tanda koma ini saya rasa tetap tidak berlaku untuk penulisan ilmiah, karena di situ ada aturan bakunya.

Nah keempat hal di atas bisa menjadi modal paling dasar untuk menghasilkan tulisan yang baik. Kalau saya ditanya sebagai pembaca, pilih kemasan tulisan yang menarik atau ide yang ciamik? Saya tentu akan memilih kemasan tulisan yang menarik. Ide mungkin bisa didiskusikan lewat lisan, tapi kemasan tulisan perlu latihan berbulan-bulan.

Salam menulis.

Tidak ada komentar: