“Aku sudah 21 kali ditolak melamar kerja di bank”, keluh Sakkarin (Pachara Chirathivat) kepada teman belia yang sekaligus disukainya, Jai (Sananthachat Thanapatpisal).
Jai sendiri bekerja di bank, sedangkan Sak-panggilan Sakkarin- merupakan tukang ojek. Namun setiap kali berangkat kerja, Sak melulu berpamitan dengan emak dan si mbahnya sebagai pegawai bank. Ia mengenakan pakaian necis, berdasi, dan berbau harum.
Karena lokasi kerja dengan tempat tinggalnya agak jauh, kepura-puraan Sak sulit diketahui. Bayangkan untuk berangkat kerja ia mesti menyeberang dengan perahu, lantas berganti menaiki kereta api. Kendati demikian, di beberapan momen, pamannya mencurigai gelagat Sak. Tapi tetap saja, identitasnya urung untuk terbongkar.
Secuil narasi itu boleh didapati di film Bikeman. Film ini tayang dua part, 2018 dan 2019. Masing-masing part memiliki narasi, polemik, dan balutan emosi yang berbeda-beda. Hanya saja titik temu samanya ada pada pemberian sayang orang tua kepada anaknya. Lumrahnya kehidupan di keseharian bahwa, setiap anak meski telah luput berlaku sembrono, orang tua emoh memudarkan pendar-pendar sayang kepada anaknya.
Pada part pertama kita disuguhi cerita apik. Tetapi jika tidak jeli, kita mungkin hanya akan menikmatinya sambil nyengar-nyengir tidak karuan. Karena di situ, seabrek narasi komedi khas film Thailand mulai dari yang nyleneh sampai lumrah tersedia.
Setidaknya ada tiga poin dari part pertama yang perlu saya garis bawahi;
Pertama, ihwal status pekerjaan. Di situ terlihat kentara ketika Sak bersikukuh untuk bekerja sebagai karyawan di bank, apapun itu. Ia emoh menjadi tukang ojek. Ia harus mengelabuhi keluarganya sendiri. Meski di film itu, alasan yang melatarinya berangkat dari ayah Sak yang dulunya berpangkat sebagai manager di bank.
Kedua, keturunan dan relasi orang dalam tidak mesti memuluskan pencarian kerja bagi anak manusia. Ayah Sak seorang manager bank. Kemudian ditambah dengan Jai yang sudah bekerja di bank dan merelakan diri untuk membantu Sak. Itu semua ternyata belum mampu meloloskan Sak untuk menjadi karyawan bank. Walaupun mendekati menit akhir film, Sak peroleh kabar diterima sebagai karyawan bank. Itu pun karena Jai mengundurkan diri dan hendak berjudi dengan cita-citanya sebagai pilot.
Ketiga, teman Sak sesama tukang ojek membantu biaya pengobatan neneknya yang tengah sakit. Kendati bantuan itu tidak menutupi semua, namun di situ, ada momen emosional yang teraba mata dengan tulus. Saya membayangkan apakah hal serupa juga akan dilakukan oleh teman Sak di bank kala mendengar salah seorang anggota keluarganya terkena bala?
Berbeda dengan film di part pertama, part kedua latarnya terjadi di kediaman Jai. Bermula dari kemunculan ayah Jai dengan karakter tegas bak militer. Jai enggan bertemu dengan ayahnya.
Tapi alur cerita berkata lain, Jai bersua dengan ayahnya dan diharuskan memperkenalkan pacarnya jika emoh dijodohkan dengan orang lain. Jai hanya memiliki referensi Sak untuk dikenalkan pada ayahnya. Dan sekian momen kocak pun terjadi.
Pada part kedua ini saya rasa hanya ada satu momen yang dapat dikail: cinta itu terejawantahkan dalam beragam cara. Bahwa mencintai itu perlu upaya dan pengorbanan, itu benar. Namun seturut laku, tatap sapa, ramah wicara, serta perangai yang disadap mata bisa berbeda.
Tapi jangan khawatir, di film part kedua ini kita akan menjumpai keberhasilan pengalamatan asmara Sak pada Jai. Berbeda dengan part pertama yang asmara keduanya hanya berupa simbol: senyum, senyum, dan gembira bila bersua.
Terakhir, mungkin saya perlu mengutip tutur emak Sak saat memergoki anaknya tidak bekerja sebagai karyawan bank, melainkan tukang ojek. Tuturnya: “Berbohong itu hanya menutupi luka, tapi tidak menyembuhkannya”.
Salam Sak dan Jai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar