Sabtu, 22 Januari 2022

Belajar Mencintai Tulis-Menulis

Menulis adalah jalan ninjanya. Mungkin kelahirannya juga memang diperuntukkan untuk membersamai siapa saja yang bergelanyut ingin belajar menulis. Bahkan secara sadar dirinya paham bahwa, menulis menjadi aktivitas yang paling diemohi oleh kebanyakan orang, tetapi dirinya tidak menyerah. Dirinya malah tertantang untuk membuktikan apa saja yang secara hitungan matematis tidak bisa diperoleh dengan menulis, dirinya justru mendapatkannya dari tulisan yang telah dihasilkan. Dirinya jadi tokoh konkret dari kata "konsisten".

Secara personal saya mengenal Pak Naim (sapaan akrab Prof. Dr. Ngainun Naim) belum lama. Pertemuan pertama saya tidak terjadi dengan cara jabat tangan, melainkan hanya sebagai pembicara dan peserta. Pak Naim sendiri mungkin sudah lupa atau malah tidak tahu sama sekali. Tapi biarlah. Saya mendengarnya sebagai pembicara dengan saksama. Kendati setelahnya, apa yang dibicarakan itu berhenti bertahun-tahun dalam catatan di laptop. Bahwa saya ingin memiliki media sendiri, menulis dengan bebas, dan bisa ajeg. Nyatanya saya gagal.

Lantas memasuki bangku kuliah sebagai mahasiswa di Yogyakarta, lamat-lamat saya kembali belajar menulis. Meski telat secara usia, saya berupaya agar setiap tulisan saya bisa tembus di media. Seperti kebanyakan mahasiswa perantau yang tidak cukup hanya mengandalkan uang kiriman dan emoh kerja berat, maka menulis di media berbayar menjadi salah satu jalannya.

Di fase awal ini saya kembali gagal. Sekian tulisan yang saya buat tidak pernah satu pun lolos di media. Sampai pada suatu saat, ketika saya ingin menghapus file-file yang tidak dibutuhkan di laptop, saya bertemu dengan catatan yang ditulis usai Pak Naim menjadi narasumber beberapa tahun silam. Dari catatan itu, nyala menulis yang mulai redup seperti kembali peroleh minyak yang banyak. Saya memutuskan untuk kembali menulis.

Maka, jika siapa saja bertanya pada saya, siapa orang yang mempengaruhi saya dalam menulis? Saya akan membawa nama Pak Naim di dalamnya, di luar beberapa nama-nama yang lain. Meski begitu, saya tidak lantas mampu mengklaim diri saya sebagai produk terbaik penirunya Pak Naim. Saya hanya mengikutinya di permukaan. Itu pun dari kejauhan dengan membaca tulisan-tulisannya yang diposting di blog pribadinya.

Secara jujur, ada banyak tulisan saya yang mejeng di media dari nasional sampai lokal, dengan meniru cara berbahasanya. Itu karena bahasa yang digunakan adalah bukan bahasa langit. Tulisannya menggunakan bahasa bumi yang dapat dicerna, dibaca, bahkan dikomentari oleh orang awam sekalipun. Dan ini menyadarkan saya bahwa, saya menulis juga untuk dinikmati oleh orang banyak, bukan oleh saya sendiri. Ya siapa tahu, dengan membaca tulisan yang asyik, orang akan tertarik dengan menulis. Saya memaknai tulisannya dan hasil tiruannya seperti itu, kendati sangat mustahil ketertarikan itu terjadi karena hasil tiruannya.

Selain bahasa, Pak Naim juga menyadarkan saya bahwa menulis itu tidak melulu mesti memikirkan problem sosial yang ribet dan ruwet. Bahan menulis bisa diperoleh dari pengalaman personal yang intim atau hanya sekadar permukaan. Di titik ini, konstruksi berpikir saya yang mulanya memosisikan menulis itu untuk menyumbang peradaban kemajuan manusia, menjadi ajang untuk perbaikan diri. Bahwa dengan menulis, saya bisa menemukan titik-titik terang dalam lembar legam dari hidup saya. Mungkin di sini, menulis jadi bernilai pahala. Mungkin saja.

Saya hanya bisa meniru Pak Naim di dua hal yang saya sebut di atas. Untuk konsistennya, saya rasa setiap penulis, apalagi di level saya yang masih ditarik oleh berhonorarium atau tidak, saya sangat-sangat gagal menirunya. Saya belum sepenuhnya bisa lepas untuk menulis dengan aroma ikhlas. Semoga saja ini hanya sebagai tahapan orang yang menulis, bukan tujuan akhir.

Begitu kiranya catatan ala kadarnya dari penulis biasa yang mungkin baru bersua muka dengan Pak Naim dengan hitungan jari, tetapi telah banyak mengikuti tulisannya tanpa sepengetahuannya. Sampai di titik Pak Naim peroleh gelar tertinggi di lingkungan akademis, saya masih saja sebagai penulis biasa. Dan saya rasa-harap dengan itu, tulisannya semakin bertambah dalam hal apa saja sehingga saya tetap betah mengikuti dan menirunya. Demikian.

Tidak ada komentar: