Kemarin malam saya bareng dengan teman di kampung menyempatkan sowan menziarai makam di Desa Majan. Kami berangkat menjelang adzan isya berkumandang. Kendati dari kejauhan melihat cuaca sedang labil, kadang gerimis, hujan lebat, atau terang, kami tetap meniatkan diri untuk berangkat.
Sesampainya di lokasi, kami menziarahi makam Kyai Ageng Raden Haji Hasan Mimbar beserta istri, dan beberapa makam lainnya. Makam sesepuh itu telah dipugar. Lokasinya juga bersih dan terawat.
Konon, mereka yang dimakamkan di sini memiliki kontribusi dalam pembangun-majuan di Kabupaten Tulungagung. Meski pun riwayatnya masih simpang siur, dan hari ini jadi perdebatan kalangan sejarawan lokal di Tulungagung.
Banyak sejarawan yang saya temui menyatakan bahwa, Desa Majan ini dulunya menjadi bagian dari Perdikan Tawangsari. Beberapa ada yang menyanggah ini, meski data fisik dan narasi tempo dulu telah menguatkannya. Mereka yang menyanggah, menyatakan kalau Desa Majan memiliki andil yang banyak terhadap keberlangsungan Kabupaten Tulungagung dari masa silam sampai sekarang.
Tetapi saya tidak mau ambil pusing perihal itu. Karena meniatkan ziarah ke makam, berbeda dengan perdebatan hangat yang saya rasa, lebih bernada politis dan ekonomis. Mau mendoakan, ya mendoakan saja.
Oh iya, rampung dari sini, saya juga mampir ke Makam Mbah Kyai Abu Mansur di Tawangsari. Sama, makamnya telah dipugar dan dibangun ulang dengan tujuan, memberi rasa nyaman-tenang ke peziarah yang datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar