Ada cerita menarik dari kisahnya Nasruddin Hoja. Sekali waktu ia memiliki kerbau dengan tanduk yang besar. Ketika kerbau itu tidur, Nasruddin ingin duduk di atas tanduk tersebut. Meski hanya sebentar.
Ia memelankan langkahnya dan buru-buru naik di atas tanduk kerbaunya. Layaknya binatang lain yang kaget, kerbau itu berdiri lantas melempar tubuh Nasruddin ke tanah dengan cukup keras. Nasruddin pun pingsan.
Mendengar kejadian itu, istrinya berlari menghampiri tubuh Nasruddin dengan dugaan bahwa suaminya telah meninggal. Saat Nasruddin sadar, ia berkata pada istrinya, “Jangan khawatir istriku. Meski aku celaka seperti ini, tapi yang terpenting, keinginanku tercapai.”
Apa yang disampaikan Nasruddin itu sekilas terdengar egois. Tetapi saya rasa, memiliki kadar keegoisan tertentu memang diperlukan. Gunanya apa? Tentu saja untuk mencapai tujuan yang diinginkan tanpa ada pengaruh dan campur tangan dari orang lain.
Barangkali kita kerap memiliki keinginan kuat untuk melakukan sesuatu. Misalnya saja menikah. Segala hal yang diperlukan untuk menikah telah direncanakan; undangan, dekor pernikahan, konsumsi, sewa tenda dan sound system, sampai pada rencana di masa depan sudah dipersiapkan.
Tetapi karena kita terlalu banyak meminta pendapat orang lain, akhirnya banyak juga pertimbangannya. Kalau memilih pasangan harus begini-begitu, jika tidak maka kamu nanti akan begini-begitu. Walhasil, keinginannya untuk menikah berhenti pada pikiran dan obrolan. Statusnya pun belum beranjak dari kata ‘sendiri’.
Keinginan Nasruddin di atas juga tidak mungkin bisa ditunaikan, jika ia mendiskusikan dulu dengan istrinya. Sebab istrinya akan memberi argumen berdasarkan nilai kesehatan tubuh. Apalagi usia Nasruddin tidak lagi muda. Bahwa menaiki tanduk kerbau itu beresiko terbanting, terpelanting, atau diseruduk.
Namun Nasruddin memilih egonya untuk duduk sebentar di tanduk kerbaunya. Ia tahu bahwa tindakannya itu berisiko. Ia pun tetap melakukannya demi pemenuhan kepuasan dan mungkin rasa penasaran.
Dalam urusan lain saya kira juga demikian. Memiliki kadar egois tertentu juga diperlukan. Selama orientasinya jelas, ada rencana, saya kira tidak menjadi masalah.
Kalau toh nanti prosesnya ada yang salah atau pencapainnya gagal, juga tidak masalah. Setidaknya kita tidak memiliki rasa untuk menyalahkan orang lain. Karena mulai dari awal sampai akhir, kita yang merencanakan dan menunaikannya. Meskipun sedikit banyak dibantu oleh orang lain.
Ya ada saatnya kita mendengar pendapat orang lain, ada kalanya juga kita mesti memutuskan langkah apa yang mesti ditunaikan sampai tuntas. Dan itu perlu dukungan dari rasa egois. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar