Ada banyak teman saya yang mengalami jatuh cinta. Tetapi juga tidak sedikit dari mereka yang sampai rela tidak menghargai dirinya sendiri. Misalnya saja, ia rela telat masuk kerja karena harus menjemput dan mengantar pacarnya atau, membiarkan tugas kuliahnya terbengkalai demi membantu menyelesaikan tugas kuliah pacarnya.
Saat saya tanya kenapa mau melakukan hal semacam itu? Secara serempak mereka menjawab sebagai bentuk pengorbanan. Memang terdengar masuk akal, tetapi juga tidak bisa serta merta dibenarkan.
Alasannya sederhana saja. Ada pepatah yang pernah mengatakan, “Jatuh cinta kepada diri sendiri adalah rahasia pertama dari kebahagiaan.” Cintailah dirimu sendiri, hargai dirimu sendiri, baru dirimu bisa mencintai dan menghargai pasanganmu.
Barangkali mereka yang kerap gagal dalam urusan cinta, tidak disebabkan oleh kurangnya kasih sayang, kosongnya dana di dompet, atau rupa yang tidak memiliki nilai untuk diperjuangkan. Tetapi mungkin karena tidak bisanya ia menghargai dirinya sendiri. Ia belum cinta pada diri sendiri.
Misalnya ketika saya menjadi orang yang kerap berkata kotor, membual, jahil, dan tidak pernah peduli dengan orang lain, maka saya akan memperoleh hal yang sama dengan apa yang saya lakukan. Saya juga akan sering dipisuhi, diapusi, dijahili, dan tidak pernah dianggap ada oleh orang-orang di sekitar saya.
Dalam kalam filsafat, kita mengenalnya dengan hukum kausalitas atau hukum sebab-akibat. Segala hal yang kita dapatkan adalah buah dari apa yang kita lakukan sebelumnya.
Tetapi mencintai diri sendiri, bukankah bisa memicu munculnya sikap yang hanya mementingkan diri sendiri? Saya rasa jika porsinya tidak berlebihan, hal itu tidak akan terjadi. Karena mencintai diri itu berbeda dengan sifat yang emoh kalah dan sewenang-wenang.
Lantas, jika mencintai diri sendiri dilakukan hanya untuk memperoleh penghargaan dari orang lain, bukankah itu cenderung berpamrih? Saya rasa bisa iya, bisa juga tidak.
Misalnya saya hanya mau mandi ketika ada keperluan keluar rumah. Jika tidak ada keperluan, bisa seharian saya tidak mandi. Berati saya mandi agar orang lain menilai saya sebagai lelaki yang bersih dan wangi. Nah, mandi di sini jadi wujud kita mencintai diri kita, tanpa perlu pertimbangan nanti ada jadwal keluar atau tidak.
“Kalau kita tidak bisa mencintai diri kita sendiri, bagaimana kita bisa bersyukur? Jika kita tidak bersyukur, bagaimana kita bisa bahagia? Kalau kita tidak bahagia, bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan rencana-rencana yang telah kita rancang? Maka dari itu, mari kita belajar mencintai diri sendiri, sebelum mencintai orang lain”, tutur Pak Faiz dalam sesi ngaji filsafat bertema self-love. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar