Layaknya rumah tangga yang lain, keluarga Nasruddin Hoja juga terkaruniai dua orang putri. Keduanya berparas cantik. Watak yang dimiliki sama dengan bapaknya; sama-sama emoh kalah. Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kebetulan pada hari itu, Nasruddin sedang tidak bepergian. Kedua putrinya sama-sama merencanakan untuk berkunjung ke rumah orang tuanya untuk sekadar temu kangen serta cerita tentang perkembangan keluarganya. Kakaknya datang lebih dulu, kemudian disusul adiknya.
Keduanya disambut hangat oleh Nasruddin dan istrinya. Layaknya orang tua yang jarang bersua dengan anak-anaknya, rasa gembira meruak di antara mereka.
Tetapi keluarga itu hanya sebentar saja larut dalam bahagia. Karena sesaat melepas pelukan, si kakak yang memiliki suami petani berkata bahwa suaminya pekerja keras. Di hari itu suaminya pergi ke sawah lantas menabur benih. “Jika hari ini hujan, suamiku pasti senang. Dan aku akan dibelikan baju baru”, ucap si kakak.
Ucapan itu belum sempat ditanggapi oleh Nasruddin dan istrinya, si adik sudah menyela lebih dulu. Suaminya yang bekerja sebagai pembuat batu bata, hari ini juga memulai kerja kerasnya. Karena pesanan yang datang jumlahnya cukup banyak. “Tapi kalau hari ini tidak hujan, suamiku pastinya senang. Ia akan membelikanku baju yang bagus”, timpal si adik.
Mendengar kedua putrinya berbeda pendapat, Nasruddin hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia tahu bahwa kebutuhan kerja dari kedua menantunya tidak sama; yang satu perlu hujan dan yang satunya lagi perlu sinar matahari.
Di kehidupan kita, berbeda pendapat menjadi hal yang sangat lumrah ditemui. Tidak ada yang dapat menjamin manusia dalam sebuah kelompok, entah organisasi, keluarga, masyarakat, atau warga negara dalam jumlah yang besar, memiliki pendapat tunggal. Kecuali memang asas kekerasan dan intimidasi dilakukan.
Bahkan tidak jarang dari kita mengalami hal yang menggelikan. Saya misalnya yang dulu terlibat aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan, saat itu rapat digelar untuk merumuskan program kerja.
Tetapi hasilnya apa? Rapat tersebut malah menghasilkan jadwal rapat berikutnya karena setiap kepala yang hadir, belum bisa bertemu dalam kata mufakat. Pernah juga jadwal rapat berikutnya itu, hasilnya juga menjadwalkan lagi rapat berikutnya. Begitu terus sampai kepengurusan hampir selesai. Akhirnya program kerja yang dilakukan hanya dari rapat ke rapat.
Karena merasa bingung memihak ke siapa di antara dua putrinya, Nasruddin pun berkata, “Satu di antara kalian pasti ada yang betul. Tapi aku tidak tahu yang mana.”
Ya berbeda pendapat, sampai memicu debat kadang membuat diri kita tambah sumpek. Nasruddin mengajari kita untuk mengambil jarak, dan berdiplomasi dalam menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar