Senin, 17 Oktober 2022

Cerita "Orang Pintar"

Beberapa waktu lalu, tetangga pernah mengundang "orang yang pintar". Di kampung seperti lokasi saya mukim, label "orang yang pintar" tidak dialamatkan pada mereka yang menggondol sekian gelar akademik, penulis paper di berbagai jurnal, penulis buku best seller, atau penerima piala panasonic global awards.

"Orang pintar" adalah orang yang dianggap mengerti dunia lain. Dunia yang tidak bisa diakses oleh panca indera manusia. Dunia tak kasat mata.

"Orang pintar" ini didatangkan untuk memagari rumah. Lagi-lagi "memagari" rumah ini memiliki makna yang berbeda. Barangkali akan atau telah dijelaskan orang lain dalam postingan yang lain😅.

Singkat cerita prosesi sudah ditunaikan. Tiba saatnya beramah-tamah dan ngobrol sebelum ia pamit undur diri. Di sela-sela obrolan, tetangga saya menyodori rokok surya 12, "monggo pak".

"Ngapunten, kulo niki perokok. Tapi tasek watuk goro-goro ngrokok murahan diparingi rencang ngarit teng saben, dadose mboten ngrokok riyen", jawabnya.

"Rokok niki katah racune pak. Nggih pak, katah sanget. Tiyang lintune kan dadak tombo teng dokter menawi angsal penyakit saking ngrokok. Nek kulo saget mbuang racune piyambak. Warnane item pak racune niku", sambungnya lagi.

Waktu berselang lima menit, tangannya meraih bungkus rokok. Sebatang dikeluarkan, korek diambil, disulut, lantas dihisab. Bbbulllllll, bbbuuulllll ...

Saya cuma nyengir ...

Tidak ada komentar: