Selasa, 18 Juli 2023

Tentang Pagar Rumah II

Suatu ketika, keponakan saya yang masih berusia setahun diajak bapak pergi jalan-jalan. Hal ini biasa dilakukan bapak saat pagi hari. Waktu yang memang dianggap tepat dari sisi kesehatan untuk berolahraga sekadarnya, karena udara masih sejuk. “Tak ajak e uyar-uyur putuku”, kata bapak.

Sepulang dari itu, keponakan saya menangis. Dalam istilah Jawa disebut nangis kejret.

Ternyata bapak mengajak keponakan saya jalan-jalan ke rumah tetangga yang secara fisik seperti rumah di masa silam. Berbentuk joglo. Hanya di halaman rumah saja, keponakan saya ini sudah menangis lantas dibawa bapak pulang. Kata bapak, konon rumah tersebut pagarnya terlalu banyak. Jadi keponakan saya yang masih usia belia itu, diganggu.

Di rumah-rumah pada zaman lalu, pagar tidak merupa seperti tembok kokoh berbesi. Tetapi pagar bisa juga dialamatkan kepada penjaga rumah dalam bentuk tak kasat mata. Hal ini bertujuan untuk melindungi rumah tersebut dari marabahaya.

Maka tidak jarang ketika kita memasuki rumah tua, suasananya agak berbeda dengan rumah-rumah pada umumnya. “Wis manggon nang kunu, dadi angel arep ngekon ngaleh”, kata bapak.

Tidak ada komentar: