Senin, 17 Juli 2023

Tentang Pagar Rumah

“Pager sendok iku luweh utomo ketimbang pager tembok,“ ucap Ustad Ilham dalam salah satu kesempatannya mengisi kajian di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta. Ucapan tersebut mengait erat dengan tauladan Kanjeng Nabi Muhammad yang berdakwah melalui jalur berbagi dengan sesama.

Menurutnya, pemilik rumah yang ramah dan gemar berbagi akan lebih disenangi oleh tetangganya. Jika memiliki kelebihan makanan, ia tidak berpikir panjang untuk memberikannya kepada tetangga dekat. Pun saat ada hajatan, pemilik rumah melonggarkan setiap tetangga yang datang untuk makan sekenyangnya.

Pemilik rumah semacam ini akan disenangi masyarakat ketimbang mereka yang kaya namun perhitungan. “Pemilik rumah yang seperti ini, ketika rumahnya ditinggal bepergian jauh kok ndelalah lupa tidak terkunci, tetangga dekatnya dengan sukarela akan menjaganya”, tambahnya lebih lanjut.

Semangat berbagi semacam ini belakangan mungkin agak sedikit memudar. Kultur kota yang merangsek masuk ke warga desa, turut mempengaruhi gaya hidup yang demikian itu. Setiap rumah agar aman dan tidak dijarah, memilih membangun pagar rumah tembok berteralis besi yang tinggi dan kokoh.

Pada dasarnya pagar rumah yang semacam ini menunjukkan nilai modern dan lebih praktis. Pun rumah yang dipagari tembok berbesi akan terlihat lebih bagus, menarik, sekaligus dinilai memberi rasa aman.

Tapi nyatanya hal itu malah mengikis dengan amat pelan rasa sosial dan kultur kebersamaan-keberbagian. Lantaran tetangga akan merasa sungkan untuk datang sekadar duduk-duduk. Kalau pun datang, biasanya jika ada keperluan tertentu saja. Begitu.

Tidak ada komentar: